BBM Resmi Naik! Ini Dampak Untuk Masyarakat Menengah ke Bawah

Model SPBU Pertamina. Foto: www.digtara.com

Pekan lalu, tepatnya Sabtu (3/9), Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Harga Pertalite diputuskan naik dari Rp7.650 jadi 10.000 per liter.

\”Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM. Sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini subsidi akan alami penyesuaian,\” kata Jokowi dalam Konferensi Pers Presiden Jokowi dan Menteri Terkait perihal Pengalihan Subsidi BBM ditayangkan akun Youtube Sekretariat Presiden.

Lalu jika Pertalite naik, bagaimana dampaknya bagi masyarakat kelas menengah ke bawah?

 

Harga BBM Mendorong Inflasi

Perlu diketahui konsumsi Pertalite di Indonesia mencapai 80% dari total bensin. Sehingga kenaikan harga Pertalite tentu akan mendorong kenaikan inflasi, yang mungkin saja meningkat.

\"Harga

Harga BBM terbaru termasuk harga Pertalite dalam kebijakan BBM naik berlaku per 3 September 2022. Foto: Kompas.com-Mita Amalia Hapsari.

Badan Pusat Statistik (BPS) di awal bulan ini mengumumkan data inflasi Indonesia periode Juli 2022 yang tumbuh 0,64% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi terakselerasi. Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.

Dalam keranjang inflasi, bensin memiliki bobot 4% menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Sehingga, misalnya, harga BBM naik 10%, inflasi bisa terdorong hingga 0,4 poin persentase terhadap inflasi.

Secara historis, seperti pada 2014 contohnya, saat harga BBM jenis Premium yang saat itu paling banyak dikonsumsi, dinaikkan pada bulan November hingga 30%. Inflasi kemudian melesat hingga 8,36% (yoy).

Hal yang sama juga terjadi setahun sebelumnya ketika pemerintah menaikkan harga BBM di bulan Juni 2013 yang memicu kenaikan inflasi hingga 8,38% (yoy).

 

Angka Pengangguran dan Kemiskinan

Dampak kenaikan BBM ternyata tidak hanya pada ekonomi, tapi juga akan berimbas pada aspek sosial masyarakat Indonesia.

\"Presiden

Foto: Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Iriana Joko Widodo menyerahkan bantuan langsung tunai (BLT) bahan bakar minyak (BBM) untuk pertama kalinya di Kantor Pos Cabang Sentani, Kabupaten Jayapura, pada Rabu, 31 Agustus 2022. Foto: CNBC-(Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden)

 

BBM sangat diperlukan untuk operasional perusahaan, sehingga jika harganya kian mahal akan membebani biaya produksi hampir seluruh sektor dan lini bisnis.

Akibatnya, perusahaan akan meminimalisir biaya operasional, misalnya dengan menghentikan rekrutmen karyawan baru hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Kenaikan BBM berpotensi akan meningkatkan angka pengangguran yang tentunya akan menambah tingkat kemiskinan Indonesia. Padahal, per Maret 2022, BPS telah melaporkan adanya penurunan tingkat kemiskinan setelah pandemi.

Tingkat kemiskinan per Maret mencapai 9,54% atau 26,16 juta orang. Turun 0,6 poin atau 1,38 juta orang. Dibandingkan dengan September 2021, penurunan tingkat kemiskinan mencapai 0,17 poin atau 0,34 juta orang.

Namun, garis kemiskinan mengalami kenaikan 3,975% dibandingkan September 2021 menjadi Rp 505.469 pada Maret 2022.

Bukan hal yang tak mungkin, jika tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan yang meningkat akan menimbulkan kekacauan hingga demo.

Jika berkaca pada 2013 silam, ratusan mahasiswa dan buruh menggelar demo menolak kenaikan BBM di depan Istana Negara, Pertamina, hingga Kementerian Energi dan Daya Mineral (ESDM).

Hal tersebut seharusnya dapat menjadi pembelajaran. Sebelum pemerintah menaikkan harga BBM, sebaiknya mencermati beberapa poin seperti tingkat inflasi dan daya beli masyarakat.

Konsumsi masyarakat Indonesia berkontribusi sebanyak 50% terhadap PDB, sehingga jika inflasi meninggi tentunya akan membatasi konsumsi masyarakat dan ikut mengerek turun PDB.

Sumber: CNBC Indonesia

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *